Kamis, 27 Maret 2014

Obrolan di Warung Kopi

Suatu hari pada sore hari cerah dengan suasana yang sedikit berkabut di daerah dataran tinggi itu terlihat sekumpulan sahabat yang sedang menikmati indahnya senja. Setelah puas mereka berjalan, maka sejenak waktu mereka memutuskan untuk singgah di sebuah warung kopi “Idjo” guna melepas penat pun dahaga. Tiga orang dari mereka memesan secangkir hangat kopi, sedangkan dua orang sisanya memesan semangkuk mie telor yang panas. Sembari menunggu pesanan  tersaji, mereka pun saling bercengkerama dan membahas hal-hal yang bisa meramaikan suasana. Hingga salah satu dari mereka membuat sebuah pernyataan,

“Sebenarnya kalau pacaran itu kasihan sama yang perempuan.”

Dan dimulai dari sinilah obrolan hangat kembali berlanjut disuasana yang lumayan dingin. Ketika ditanyakan alasannya, maka si empu pernyataan pun menjawab setelah menyruput kopi hangatnya,

“Karena kalau lelaki terkenal dengan logika nya sedangkan perempuan identik perasaannya, maka saat harus berpisah kita kenal ungkapan dikalangan (sebagian besar) kaum lelaki, mati saatu tumbuh seribu. Apa yang telah berlalu maka biarkanlah berlalu dan tumbuhkan yang baru. Sedangkan pada perempuan mungkin juga ada yang berpendapat bila mati tumbuh seribu, namun kala perasaan yang berbicara terkadang berbeda dengan apa yang telah diucapkannya. Memang akan mendapat yang baru, tetapi seringkali masih teringat dengan yang dulu.”

Kemudian ada lagi yang menyahut,

“Apakah memang semuanya begitu? Baik lelaki maupun perempuan? Karena pastilah ada yang benar-benar menjaga apa yang mereka sakralkan.”

Salah satu penikmat kopi hangat pun maju menjawab,

“yups setuju, pastilah ada yang tak seperti kebanyakan. Karena tadi disebutkan bila sebagian besar seperti itu, namun pastinya masih ada sebagian kecil yang tidak seperti itu. Maka langkah terbaik adalah memang melakukan tindakan mencegah, yang artinya jangan mencobanya terlebih dahulu sebelum tiba masa mu untuk benar-benar mencoba. Redamlah apa yang bisa kau redam, dan kobarkan apa yang bisa kau kobarkan, namun alangkah bijaknya bila ku pun menunggu saat yang tepat untuk melakukan tindakan.”

Demi mendengar obrolan  hangat yang sedang terjadi, maka salah seorang yang sedari tadi asyik menikmati semangkuk mie tiba-tiba memicingkan mata kepada si pembuat pernyataan tadi sembari bertanya,

“Apakah kamu pernah merasakannya hingga bisa menceritakannya panjang lebar beserta alasannya? Apakah selama ini kamu pernah suka terhadap seseorang ?”

Sambil memegang cangkir kopi dengan kedua tangannya ia pun menjawab,

“Tidaklah harus seseorang merasakan pahitnya kopi untuk tahu bila ternyata rasa kopi itu pahit, dan jika ditanya apakah pernah maka aku pun manusia normal yang juga dapat menikmati rasa yang sama dengan kebanyakan orang lainnya.”

Tak terasa hari pun makin gelap, ditandai dengan mentari yang sudah mencapai garis horizon dan bedug pertanda magrib akan segera datang. Maka sekumpulan sahabat ini pun segera menyelesaikan obrolan mereka sembari menghabiskan apa yang sudah dipesan juga membayar dan segera berpamitan.



0 komentar:

Posting Komentar

 

About Me

Foto Saya
boecah
segalanya telah berubah... tak ada yang akan selalu konstan di dunia ini...
Lihat profil lengkapku

Followers

Copyright © 2010 boecah lawu

Template By Nano Yulianto